an abstract photo of a curved building with a blue sky in the background

Selamatkan Laut dan Mangrove Bersama Smiling Coral Indonesia

Jakarta, 6 Agustus 2025 – Kepulauan Seribu, destinasi wisata bahari yang memukau di utara Jakarta, menyimpan kekayaan ekosistem pesisir yang vital bagi lingkungan dan masyarakat lokal. Di tengah ancaman abrasi, polusi, dan perubahan iklim, Smiling Coral Indonesia (SCI), sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang digagas oleh generasi milenial di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, bergerak untuk melindungi ekosistem mangrove.

Peran Ekosistem Mangrove di Kepulauan Seribu

Ekosistem mangrove di Kepulauan Seribu termasuk dalam tipe mangrove fringe forests, yang tumbuh melingkari garis pantai, teluk, dan laguna. Mangrove memiliki manfaat ganda: secara ekologis, mereka mencegah abrasi pantai, menyaring polutan, dan menjadi habitat bagi berbagai spesies laut dan darat. Secara sosial-ekonomi, mangrove mendukung mata pencaharian masyarakat, seperti petani mangrove dan nelayan, serta meningkatkan potensi ekowisata. Selain itu, mangrove berperan sebagai penyerap karbon alami, membantu mitigasi perubahan iklim.

Pasang surut air laut menjadi faktor utama dalam penyebaran mangrove, membawa material seperti daun, bunga, atau buah ke lokasi baru untuk pertumbuhan alami. Di Pulau Pramuka, jenis mangrove Rhizophora stylosa mendominasi karena kemampuannya bertahan pada salinitas tinggi dan kondisi pantai berpasir. “Mangrove adalah benteng alami pesisir kita. Mereka melindungi daratan dari erosi dan mendukung kehidupan laut yang kaya,” ujar Hermansyah, Ketua SCI.

Penanaman Mangrove Sebagai Aksi Nyata SCI

Sejak 2019, SCI telah menanam 55.000 bibit mangrove di area kemitraan konservasi di Kepulauan Seribu. Kegiatan ini terintegrasi dengan program ekowisata adopsi bibit mangrove, yang memungkinkan wisatawan untuk berkontribusi langsung dengan menanam bibit mangrove. Program ini tidak hanya memperkuat ekosistem pesisir, tetapi juga meningkatkan pendapatan petani mangrove lokal. “Kami melihat dampak nyata dari program ini, baik untuk lingkungan maupun kesejahteraan masyarakat,” kata Hermansyah.

Program adopsi bibit mangrove dirancang untuk berjalan secara berkelanjutan, menggabungkan konservasi dengan edukasi. Wisatawan diajak untuk memahami pentingnya mangrove melalui kegiatan interaktif, seperti menanam bibit dan mempelajari ekosistem pesisir. Hingga kini, inisiatif ini telah meningkatkan kesadaran lingkungan di kalangan pengunjung dan mendorong keterlibatan masyarakat lokal dalam pelestarian mangrove. 

Pemberdayaan Masyarakat melalui Ekowisata dan UMKM

SCI tidak hanya fokus pada konservasi, tetapi juga pada pemberdayaan masyarakat. Melalui pengembangan UMKM, SCI membantu masyarakat lokal memproduksi kerajinan tangan, makanan olahan, dan produk berbasis mangrove. “Kami ingin masyarakat merasakan manfaat ekonomi dari pelestarian lingkungan, sehingga mereka termotivasi untuk menjaga mangrove,” jelas Hermansyah.

Selain itu, SCI mengadakan kegiatan ekowisata seperti tur edukasi mangrove, pembersihan sampah pesisir, dan pelepasan penyu untuk menarik minat wisatawan. Kegiatan ini tidak hanya meningkatkan kunjungan wisata, tetapi juga mengedukasi pengunjung tentang pentingnya menjaga ekosistem pesisir. “Wisatawan yang datang pulang dengan pengalaman baru dan kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan,” tambahnya.

Tantangan: Sampah Pesisir dan Krisis Iklim

Meski telah mencatat banyak kemajuan, SCI menghadapi tantangan besar, terutama sampah pesisir yang mengalir dari 13 sungai di Teluk Jakarta ke Kepulauan Seribu. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu, wilayah ini menghasilkan sekitar 32 ton sampah per hari, yang mengancam ekosistem mangrove dan laut. “Sampah adalah masalah serius yang memperburuk krisis iklim. Kami terus mengedukasi masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan,” ujar Hermansyah. 

Tantangan lain adalah kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya mangrove. Banyak masyarakat lokal yang belum memahami peran mangrove dalam mencegah abrasi dan mendukung kehidupan laut, sehingga edukasi menjadi fokus utama SCI. 

Program adopsi bibit mangrove telah diadaptasi oleh komunitas lain, seperti Kelompok Sadar Wisata Bintang Harapan di Pulau Harapan dan Komunitas Komparasi Kepulauan Seribu, yang juga aktif dalam konservasi dan ekowisata. SCI juga berkontribusi pada riset ilmiah dengan menerbitkan jurnal tentang pengelolaan ekosistem mangrove, yang digunakan untuk mendukung kebijakan pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Seribu. “Kami ingin data dan pengetahuan yang kami kumpulkan bisa menjadi dasar untuk kebijakan yang lebih baik,” kata Hermansyah.

Pencapaian dan Dampak Jangka Panjang

Menuju Pesisir yang Lestari

Dengan pendekatan yang mengintegrasikan konservasi, ekowisata, dan pemberdayaan masyarakat, SCI terus membangun masa depan lestari untuk Kepulauan Seribu. Penanaman mangrove, edukasi lingkungan, dan pengembangan UMKM menjadi pilar utama dalam misi mereka. “Kami bermimpi menjadikan Kepulauan Seribu sebagai model pelestarian pesisir yang menginspirasi daerah lain,” ujar Hermansyah dengan penuh semangat.

Melalui kolaborasi dengan pemerintah, swasta, dan masyarakat, SCI tidak hanya menjaga keindahan alam Kepulauan Seribu, tetapi juga memastikan bahwa manfaatnya dirasakan oleh generasi mendatang. “Mari bersama-sama menjaga mangrove, karena mereka adalah penjaga pesisir kita,” tutupnya.